Tentang Masalah Kali Ini

Gak seperti yang lalu. Setiap aa kesel sama neng, selalu ada energi untuk mengikuti amarah yang terpendam. Kali ini, aa sama sekali tak punya energi itu. Entah kemana perginya. Mungkin Proses penalaran dalam otak membuahkan hasil, bahwa energi yang akan aa gunakan kali ini hanya akan jadi kesia-siaan. Tapi neng, hilangnya energi itu ternyata telah "menterserahkan neng". Membebaskan neng untuk berlaku sesuka hati. Segala yang neng lakukan tak lagi penting untuk aa. Mungkin kepedulian sudah tak lagi berperan disana.

Aa mungkin memang tak semudah neng untuk bisa mengertikan seseorang. Tapi, apa iya orang yang mudah mengerti itu berarti harus bisa mengerti dan menerima disetiap kesalahan yang sama datang berulang? Bukankah orang yang sering melakukan kesalahan, dengan menyadari bahwa itu adalah benar sebuah kesalahan merupakan orang yang bebal?

Berbicara masalah perhatian. Neng sempet bilang, neng akan mengimbangi aa yang lebih sedikit nyari kabar dibanding neng, dari pada seseringnyapun neng nyari kabar aa akhirnya dibilang cuma basa-basi. Dari dulu aa mengakui hal itu. Bahwa kesempatan aa tuk nyari kabar neng lebih sedikit dibanding dengan kesempatan neng tuk nyari kabar aa. Terutama disaat neng tengah bersama keluarga. Aa dituntut untuk lebih bisa tau diri, kalau aa adalah sebentuk wujud manusia yang tidak dikendaki oleh keluarga neng. Aa rasa nengpun tau benar hal itu. Disaat seperti itu aa hanya bisa menunggu kabar neng. Karna seperti yang neng tau pula, kehadiran bahasan tentang aa akan merusak suasana neng disana.

Pembahasan jadi terlalu melebar. Ketika aa menuntut keseriusan neng yang telah tanya kabar aa, tapi nyatanya setelah aa jawab dan tanya balik kabar neng, ternyata butuh waktu yang teramat lama tuk bisa dapat kabar balik dari neng. Banyak hal yang bisa aa lakukan dalam penantian itu. Mulai dari mandi, makan, bahkan melebihi waktu yang aa butuhkan tuk bisa sampai di kantor. Dimana letak keseriusan itu? Ironis, akhirnya nengpun baru tau ada sms dari aa setelah aa telpon. Kemana perginya keingintahuan neng tentang kabar aa? Padahal neng sendiri yang bertanya sebelumnya. Masalah berawal dari itu. Yang akhirnya perbandingan neng buat disana. Sadarkah kadar ketulusan bukan tuk diperbandingkan? Sebegitu sulitnyakah neng mengakui kalau ternyata neng tak mampu tuk merubah kebiasaan neng yang sering aa sebut dengan basi-basi itu?

Namun hal yang paling mengganggu aa sampe mengalami kesulitan tuk tidur adalah tentang ucapan neng yang bilang "aa cuma perlu neng disaat neng dibutuhkan". Coba neng ingat, mulai dari mana aa memilih tuk tidak menjadi diri sendiri. Ya, ketika aa memutuskan tuk berharap sama neng, ketika aa memilih tuk menerima dihina, diremehkan dan dicemoohkan hanya demi bisa sama neng, disaat itu aa memulai tuk tidak menjadi diri sendiri. Namun hebatnya aa, semua itu malah aa anggap sebagai tantangan. Alih-alih sekarangpun aa malah tengah melakukan perjalanan panjang buat bisa sama neng. Jadi, pantaskah neng bilang itu? Seandainya neng memang berfikir seperti itu. Lalu untuk apa lagi semuanya dipertahankan. Terlalu sayang mengorbankan sisa hidup neng untuk orang yang hanya perlu sama neng disaat dibutuhkan. Buatlah sebuah keputusan lalu bersikaplah!

0 komentar:

 
Image Hosted by ImageShack.us
By spotongsenja